SELAMAT DATANG

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Rabu, 14 Oktober 2009

TEORI KEPEMIMPINAN

Secara sederhana, apabila berkumpul tiga orang atau lebih kemudian salah seorang di antara mereka “mengajak” teman-temannya untuk melakukan sesuatu (Apakah: nonton film, bermain sepak bola, dan lain-lain). Pada pengertian yang sederhanaorang tersebut telah melakukan “kegiatan memimpin”, karena ada unsur “mengajak” dan mengkoordinasi, ada teman dan ada kegiatan dan sasarannya. Tetapi, dalam merumuskan batasan atau definisi kepemimpinan ternyata bukan merupakan hal yang mudah dan banyak definisi yang dikemukakan para ahli tentang kepemimpinan yang tentu saja menurut sudut pandangnya masing-masing. Beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli sebagai berikut :

1.Koontz & O’donnel, mendefinisikan kepemimpinan sebagai proses mempengaruhisekelompok orang sehingga mau bekerja dengan sungguh-sungguh untuk meraih tujuan kelompoknya.

2.Wexley & Yuki (1977), kepemimpinan mengandung arti mempengaruhi orang lain untuk lebih berusaha mengarahkan tenaga, dalam tugasnya atau merubah tingkah laku mereka.

3.Georger R. Terry, kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi orang-orang untuk bersedia berusaha mencapai tujuan bersama.

Dari ketiga definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa sudut pandangan yang dilihat oleh para ahli tersebut adalah kemampuan mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan bersama.

Definisi lain,para ahli kepemimpinan merumuskan definisi, sebagai berikut: [1] Fiedler (1967), kepemimpinan pada dasarnya merupakan pola hubungan antara individu-individu yang menggunakan wewenang dan pengaruhnya terhadap kelompok orang agar bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan, [2] John Pfiffner, kepemimpinan adalah kemampuan mengkoordinasikan dan memotivasi orang-orang dan kelompok untuk mencapai tujuan yang di kehendaki. [3] Davis (1977), mendefinisikan kepemimpinan adalah kemampuan untuk mengajak orang lain mencapai tujuan yang sudah ditentukan dengan penuh semangat. [4] Ott (1996), kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai proses hubungan antar pribadi yang di dalamnya seseorang mempengaruhi sikap, kepercayaan, dan khususnya perilaku orang lain. [5] Locke et.al. (1991), mendefinisikan kepemimpinan merupakan proses membujuk orang lain untuk mengambil langkah menuju suatu sasaran bersama.Dari kelima definisi ini, para ahli ada yang meninjau dari sudut pandang dari pola hubungan, kemampuan mengkoordinasi, memotivasi, kemampuan mengajak, membujuk dan mempengaruhi orang lain.

Dari beberapa definisi di atas, ada beberapa unsur pokok yang mendasari atau sudut pandang dan sifat-sifat dasar yang ada dalam merumuskan definisi kepemimpinan, yaitu:

a.Unsur-unsur yang mendasari

Unsur-unsur yang mendasari kepemimpinan dari definisi-definisi yang dikemukakan di atas, adalah:

1.Kemampuan mempengaruhi orang lain (kelompok/bawahan).

2.Kemampuan mengarahkan ataumemotivasi tingkah laku orang lain atau kelompok.

3.Adanya unsur kerja sama untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

b.Sifat dasar kepemimpinan

Sifat-sifat yang mendasari kepemimpinan adalah kecakapan memimpin. Paling tidak, dapat dikatakan bahwakecakapan memimpin mencakup tiga unsur kecakapan pokok, yaitu:

1.Kecakapan memahami individual, artinya mengetahui bahwa setiap manusia mempunyai daya motivasi yang berbeda pada berbagai saat dan keadaan yang berlainan.

2.Kemampuan untuk menggugah semangat dan memberi inspirasi.

3.Kemampuan untuk melakukan tindakan dalam suatu cara yang dapat mengembangkan suasana (iklim) yang mampu memenuhi dan sekaligus menimbulkan dan mengendalikan motivasi-motivasi (Tatang M. Amirin, 1983:15).

Pendapat lain, menyatakan bahwa kecakapan memimpin mencakup tiga unsur pokok yang mendasarinya, yaitu : Seseorang pemimpin harus memiliki kemampuan persepsi sosial (sosial perception), Kemampuan berpikir abstrak (abilitiy in abstrakct thinking) dan Memiliki kestabilan emosi (emosional stability).

Kemudian dari definisi Locke, yang dikemukakan di atas, dimana dia mendefinisikan kepemimpinan merupakan proses membujuk orang lain untuk mengambil langkah menuju suatu sasaran bersama, maka menurut Burns (1978) kepemimpinan dapat dikategorikan menjadi 3 (tiga) elemen dasar, yaitu:

1.Kepemimpinan merupakan suatu konsep relasi (relation consept),artinya kepemimpinan hanya ada dalam relasi dengan orang lain, maka jika tidak ada pengikut atau bawahan, tak ada pemimpin. Dalam defines Locke, tersirat premis bahwa para pemimpin yang efektif harus mengetahui bagaimana membangkitkan inspirasi dan berelasi dengan para pengikut mereka.

2.Kepemimpinan merupakan suatu proses,artinya proses kepemimpinan lebih dari sekedar menduduki suatu otoritas atau posisi jabatan saja, karena dipandang tidak cukup memadai untuk membuat seseorang menjadi pemimpin, artinya seorang pemimpin harus melakukan sesuatu.

Maka untuk menjadi pemimpin seseorang harus dapat mengembangkan motivasi pengikut secara terus menerus dan mengubah perilaku mereka menjadi responsive.

3.Kepemimpinan berarti mempengaruhi orang-orang lainuntuk mengambil tindakan, artinya seorang pemimpin harus berusaha mempengaruhi pengikutnya dengan berbagai cara, seperti menggunakan otoritas yang terlegitimasi, menciptakan model (menjadi teladan), penetapan sasaran, memberi imbalan dan hukuman, restrukrisasi organisasi, dan mengkomunikasikan sebuah visi. Dengan demikian, seorang pemimpin dapat dipandang efektif apabila dapat membujuk para pengikutnya untuk meninggalkan kepentingan pribadi mereka demi keberhasilan organisasi (Bass, 1995. Locke et.al., 1991., dalamMochammad Teguh, dkk., 2001:69).

Ada tiga implikasi penting dalam kepemimpinan yaitu

1.Adanya bawahan atau pengikut

2.Kekuasaan

3.Aturan-aturan atau norma

Secara garis besarnya pendekatan teori kepemimpinan dibagi menjadi 3 aliran[1] yaitu:

1.Teori sifat (Thrait Theory)

Berpandangan bahwa seseorang yang dilahirkan sebagai pemimpin karena memiliki sifat-sifat sebagai pemimpin.

2.Teori Prilaku (Behavior Theory)

Dilandasi pemikiran bahwa kepemimpinan merupakan interaksi antara pemimpin dan pengikut dan dalam interaksi tersebut pengikutlah yang menganalisis dan mempersepsikan apakah menerima atau menolak pengaruh dari pemimpin. Pendekatan prilaku ini menghasilkan 2 orientasi prilaku pemimpin yaitu pemimpin yang berorientasi pada tugas (task orientation) prilaku ini menampilkan gaya kepemimpinan otokratik dan prilaku pemimpin berorientasi pada orang (people orientation) prilaku ini menampilkan gaya kepemimpinan demokratis atau partisipatif.

3.Teori situasional (Situational Theory)

Teori yang menjelaskan efektivitas kepemimpinan dalam segala situasi.

2. Birokrasi

Mengenai pengertian birokrasi pada pertemuan sebelumnya sudah sering dibahas, disini saya hanya sedikit mengingat kembali mengenai apa itu birokrasi. Adapun pengertian Birokrasi menurut Max Weber (1864-1920) yaitu bentuk organisasi kekuasaan yang sepenuhnya diserahkan kepada para pejabat resmi atau aparat pemerintah yang memiliki syarat technical skills (kemampuan secara teknis melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya) bagi bekerjanya sistem administrasi pemerintahan. Birokrasi dalam hal ini sering di artikan sebagai suatu organisasi yang dijalankan oleh pemerintah yang bertujuan untuk memberikan pelayanan administrasi kepada publik. Adapun ciri birokrasi menurut Weber atau yang sering dikenal dengan ciri birokrasi Weberian yaitu kekuasaan itu ada pada setiap hierarki jabatan pejabat. Dalam hal ini birokrasi memiliki pandangan terhadap kekuasaan (power) yang cenderung menjadikan birokrasi sebagai kekuatan yang sakral[2].

Kepemimpinan Dalam Birokrasi

Pemimpin merupakan pemegang peranan yang sangat strategis dalam setiap organisasi termasuk dalam birokrasi publik. Keberhasilan suatu birokrasi publik didalam menjalankan tugas-tugasnya sangat ditentukan kualitas dari pemimpinnya, sehingga kedudukan pemimpin sangat mendominasi setiap aktivitas yang dilakukan. Dalam konteks birokrasi di Indonesia yang sangat paternalistik, dimana staf (bawahan) bekerja selalu tergantung pada pimpinan. Berbagai kajian kepemimpinan pada birokrasi menunjukkan bahwa masih lemahnya kepemimpinan dalam berbagai level atau tingkatan. Tingkat penguasaan kepemimpinan manajerial pada umumnya masih rendah, selain itu kapasitas dan kesadaran pemimpin yang memiliki kewajiban untuk melayani sangat terbatas bahkan tidak sedikit mereka sebaliknya minta dilayani[3].

Ada beberapa fenomena kepemimpinan pada birokrasi publik sekarang ini yaitu :

1.Pemimpin birokrasi publik dalam menjalankan roda birokrasi umumnya belum digerakkan oleh visi dan misi, tetapi masih senantiasa digerakkan oleh peraturan yang sangat kaku. Akibatnya pemimpin tidak dapat mengembangkan potensi organisasi, serta tidak mampu menyesuaikan dengan tuntutan eksternal dalam hal ini kebutuhan masyarakat.

2.Pemimpin birokrasi publik senantiasa mengandalkan kewenangan formal yang dimilikinya. Kekuasaan menjadi kekuatan untuk menggerakkan bawahan, dalam hal ini pemimpin kurang memahami karakteristik bawahannya.

3.Rendahnya kompetensi birokrasi publik, dalam hal ini tidak terlepas dari pola promosi pada birokrasi publik yang kurang mempertimbangkan kompetensi pejabat yang diangkat.

4.Rendahnya kemampuan menajerial dalam mengolah sumber daya organisasi yang dipimpinnya. Dalam hal ini berkaitan dengan perannya dalam melaksanakan fungsi-fungsi manajemen yakni perencanaan, pengorganisasian, motivasi dan pengawasan.

5.Lemahnya akuntabilitas pemimpin birokrasi. Dimana kita ketahui tidak adanya transparansi pertanggungjawaban publik atas apa yang telah dilakukan birokrasi. Sistem akuntabilitas hanya terbatas dilakukan pada akuntabilitas administrasi padahal selain itu masih ada akuntabilitas yang mesti ditempuh seperti akuntabilitas publik, akuntabilitas hukum dan akuntabilitas moral atau etik sebagai pegawai.

Kesimpulan

Dari definisi-definisi di atas dan penjelasan mengenai bagaimana kepemimpinan dalam birokrasi dapat ditarik kesimpulan, yaitu masalah kepemimpinan adalah masalah sosial yang di dalamnya terjadi interaksi antara pihak yang memimpin dengan pihak yang dipimpin untuk mencapai tujuan bersama, baik dengan cara mempengaruhi, membujuk, memotivasi dan mengkoordinasi. Dari sini dapat dipahami bahwa tugas utama seorang pemimpin birokrasi dalam menjalankan kepemimpinannya tidak hanya terbatas pada kemampuannya dalam melaksanakan program-program saja, tetapi lebih dari itu yaitu pemimpin harus mampu melibatkan seluruh bawahan dan lapisan organisasinya untuk ikut berperan aktif sehingga mereka mampu memberikan kontribusi yang positif dalam usaha mencapai tujuan diantaranya dalam pelayanan administrasi publik. Selain itu perlu adanya kepemimpinan yang digerakkan oleh visi dan misi organisasi, bukan sebaliknya terbelenggu dengan mekanisme dan aturan formal semata, tetapi perlu adanya langkah-langkah inovasi maupun pengembangan SDM aparatur yang signifikan.

Daftar Pustaka

-Sulistiyani, Ambar, T., Memahami Good Governance Dalam Perspektif Sumber Daya Manusia, 2004, Gava Media, Yogyakarta

-Thoha, M., Birokrasi dan Politik di Indonesia, 2003, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta

-Winardi, DR, SE., Kepemimpinan Dalam Manajemen, 2000, Rineka Cipta, Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar