SELAMAT DATANG

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Sabtu, 20 Juni 2009

DINAMIKA DEMOKRASI DALAM PEMERINTAHAN DESA

Pergantian kekuasaan pemerintahan Orde Baru oleh pemerintahan reformasi juga berimplikasi pada perubahan kehidupan demokrasi di desa. Setidaknya hal itu tampak dari semangat adaptasi atas demokrasi yang cukup besar mulai tahun 1999. Bisa disimak kehadiran Badan Perwakilan Desa (BPD-1) dan kemudian menjadi Badan Permusyawaratan Desa (BPD-2), yang bertindak sebagai badan legislatif baru di desa, menggantikan peran Lembaga Musyawarah Desa (LMD) sebelumnya yang dianggap bersifat monolitik dan lebih berorientasi ke ‘atas’ atau supradesa.

Praktek demokrasi desa di bawah UU nomor 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa memberikan landasan yang kuat bagi tegak kokohnya kekuasaan sentralistik Orde Baru bagi pengaturan pemerintahan di tingkat desa. Karakter evolusi kehidupan demokrasi kebanyakan masih bersifat seragam, tidak banyak pilihan dalam pelaksanaan demokrasi desa. Begitu pula istilah, struktur dan mekanisme pemerintahan desa telah dibakukan. Namun, ketika kekuasan otoritarian Orde Baru berakhir, maka bermunculanlah semangat anti sentralisme diiringi dengan semakin menguatnya isu federalisme. Kebijakan depolitisasi yang semula diterapkan hingga ke tingkat desa diantaranya dengan adanya politik massa mengambang (floating mass) guna mengantisipasi dampak sosial politik lalu menjadi jauh lebih longgar.

Perubahan dalam kehidupan politik yang sangat mendasar tersebut juga akibat adanya pergeseran paradigmatik politik pemerintahan desa. Pergeseran itu terlihat dari dikeluarkannya UU Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah menggantikan UU Nomor 5 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah dan sekaligus juga UU Nomor 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa. Perbedaan prinsip dalam demokrasi desa dengan perubahan regulasi ini diantaranya penggantian LMD menjadi BPD-1 yang bersifat lebih liberal.

* Hubungan Subordinatif

Kedudukan Kepala Desa menjadi lebih berorientasi ke ‘bawah’. Bupati/ Walikota hanya mengesahkan (tidak mengangkat lagi) Kepala Desa yang telah dipilih langsung oleh rakyat. Jabatan Kepala Desa maksimal 10 tahun atau dua kali masa jabatan, namun Pemerintah Kabupaten dapat mengatur sendiri lamanya masa jabatan tersebut sesuai kondisi sosial budaya setempat. Tampak adanya kondisi yang lebih fleksibel dalam hal masa jabatan Kepala Desa dibandingkan dengan era sebelumnya yang diseragamkan maksimal 16 tahun (2 kali masa jabatan) untuk semua desa.

Nuansa lebih demokratis juga tampak dalam BPD-1. Dalam era ini, seseorang bisa menjadi anggota BPD-1 berdasarkan hasil pemilihan, bukan dengan penunjukkan sebagaimana yang dilakukan dalam LMD. Begitu pula pimpinan BPD-1 dipilih dari dan oleh anggota BPD-1. Pada era sebelumnya Kepala Desa dan Sekretaris Desa secara ex oficio menjadi Ketua dan Sekretaris LMD. BPD-1 memiliki fungsi legislasi, pengawasan (era sebelumnya tidak ada) dan budgeter. Namun, yang paling membuat fungsi BPD-1 sangat kuat adalah atas nama rakyat dapat meminta pertanggungjawaban kepala desa, sesuatu yang tidak pernah dimiliki sebelumnya. Dengan demikian, bisa dikatakan Kepala Desa berkedudukan sebagai subordinasi, karena tunduk dan bertanggung jawab kepada BPD-1.

Apabila dicermati dalam era ini telah terjadi dinamika dalam kehidupan demokrasi desa. Pertama, adanya keleluasaan desa untuk berkreasi dalam menyusun kebijakan desa yang disesuaikan dengan adat-istiadat, kebutuhan dan aspirasi warganya. Kedua, penghargaan terhadap keanekaragaman dan ‘otonomi asli’ dengan membuka peluang munculnya istilah lain untuk nama institusi dan jabatan desa seperti di Bali: keprebekelan untuk desa dinas, perbekel untuk kepala desa, banjar dinas untuk dusun, klian banjar dinas untuk kepala dusun. Ketiga, kehadiran BPD-1 yang sangat demokratis memungkinkan terjadinya penyebaran kekuasaan di tingkat desa dari kekuasaan monolitik di tangan kepala desa ke relasi kuasa yang lebih berorientasi pada rakyat

* Pembatasan Hak

Namun, penerapan demokrasi di/ dari bawah itu tidak berlangsung lama. Seiring dengan pemberlakuan UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan PP Nomor 72 tahun 2007 tentang Desa, kondisi legislative heavy tersebut dibatasi. BPD-1 diganti menjadi BPD-2 yang berfungsi (hanya) menetapkan peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. BPD-2 ini ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat untuk masa jabatan 6 tahun dan dapat dipilih lagi untuk satu kali masa jabatan berikutnya. Jadi, masa jabatannya maksimal 12 tahun, lebih lama 2 tahun dari era sebelumnya.

Namun, hubungan Kepala Desa dengan BPD-2 kembali ‘diserahkan’ serta diatur lebih jauh dalam Perda berdasarkan Peraturan Pemerintah. Dalam kenyataannya hubungan yang terjadi adalah sebatas koordinasi sehingga antara Kepala Desa dengan BPD-2 berkedudukan sejajar. Fungsi BPD-1 yang sangat kuat sebelumnya yakni atas nama rakyat dapat meminta pertanggungjawaban Kepala Desa dihilangkan atau tidak dimiliki lagi. Bila sebelumnya Kepala Desa berkedudukan sebagai subordinasi BPD-1, karena tunduk dan bertanggung jawab kepada BPD-1, sekarang hubungan keduanya menjadi mitra sejajar dan sebatas koordinatif.

Tampak ada dinamika demokrasi dalam sistem pemerintahan desa khususnya dalam hal kedudukan, tugas pokok dan fungsi Lembaga Perwakilan Desa. Dari sentralistis-monolitik (Lembaga Musyawarah Desa: LMD-UU No. 5/ 1979) menjadi liberal-demokratis (Badan Perwakilan Desa: BPD-1-UU No. 22/ 1999) dan akhirnya menjadi demokratis-prosedural ( Badan Permusyawaratan Desa: BPD-2-UU No. 32/ 2004 dan PP No. 72/ 2007).


Kutipan : http://ilmupemerintahan.wordpress.com/2009/05/08/dinamika-demokrasi-desa/

Kamis, 18 Juni 2009

TEORI POLITIK MACHIAVELLI

The Prince dapat dianggap nasihat praktek terpenting buat seorang kepada negara. Pikiran dasar buku ini adalah, untuk suatu keberhasilan, seorang Pangeran harus mengabaikan pertimbangan moral sepenuhnya dan mengandalkan segala, sesuatunya atas kekuatan dan kelicikan. Machiavelli menekankan di atas segala-galanya yang terpenting adalah suatu negara mesti dipersenjatai dengan baik. Dia berpendapat, hanya dengan tentara yang diwajibkan dari warga negara itu sendiri yang bisa dipercaya; negara yang bergantung pada tentara bayaran atau tentara dari negeri lain adalah lemah dan berbahaya.

Machiavelli menasihatkan sang Pangeran agar dapat dukungan penduduk, karena kalau tidak, dia tidak punya sumber menghadapi kesulitan. Tentu, Machiavelli maklum bahwa kadangkala seorang penguasa baru, untuk memperkokoh kekuasaannya, harus berbuat sesuatu untuk mengamankan kekuasaannya, terpaksa berbuat yang tidak menyenangkan warganya, meski begitu untuk merebut sesuatu negara, si penakluk mesti mengatur langkah kekejaman sekaligus sehingga tidak perlu mereka alami tiap hari kelonggaran harus diberikan sedikit demi sedikit sehingga mereka bisa merasa senang."

Untuk mencapai sukses, seorang Pangeran harus dikelilingi dengan menteri-menteri yang mampu dan setia: Machiavelli memperingatkan Pangeran agar menjauhkan diri dari penjilat dan minta pendapat apa yang layak dilakukan. Machiavelli memperbincangkan apakah seorang Pangeran itu lebih baik dibenci atau dicintai.

Tulisan Machiavelli: "... Jawabnya ialah orang selayaknya bisa ditakuti dan dicintai sekaligus. Tetapi ... lebih aman ditakuti daripada dicintai, apabila kita harus pilih salah satu. Sebabnya, cinta itu diikat oleh kewajiban yang membuat seseorang mementingkan dirinya sendiri, dan ikatan itu akan putus apabila berhadapan dengan kepentingannya. Tetapi ... takut didorong oleh kecemasan kena hukuman, tidak pernah meleset ..."

"Cara bagaimana seorang Pangeran memegang kepercayaannya." Di sini Machiavelli berkata "... seorang penguasa yang cermat tidak harus memegang kepercayaannya jika pekerjaan itu berlawanan dengan kepentingannya ..." Dia menambahkan, "Karena tidak ada dasar resmi yang menyalahkan seorang Pangeran yang minta maaf karena dia tidak memenuhi janjinya," karena "... manusia itu begitu sederhana dan mudah mematuhi kebutuhan-kebutuhan yang diperlukannya saat itu, dan bahwa seorang yang menipu selalu akan menemukan orang yang mengijinkan dirinya ditipu." Sebagai hasil wajar dari pandangan itu,

Machiavelli menasihatkan sang Pangeran supaya senantiasa waspada terhadap jan Pemikiran filsafat politik Machiavelli sangat kontroversi karena membebaskan filsafat politik dari belenggu masa lampau (peranan moralitas dalam politik). Dengan membebaskan politik dari moralitas maka dengan sendirinya politik menjadi suatu sistem nilai yang otonom, mandiri dan bebas dari sistem-sistem nilai yang lain. Pemikiran filsafat politik Machiavelli adalah amoral dan bukan imoral.Kepentingan Negara menjadi ukuran dan nilai tertinggi untuk mengambil dan menentukan kebijakan dalam kekuasaan.

The Prince of view, yaitu, bahwa buku ini, pertama dan terpenting, sebuah sindiran, sehingga banyak dari kita menemukan sesuatu di dalamnya yang kontradiktif, moral mustahil, dan tampak ada cukup sengaja untuk mengejek dua hal-pertama, yang Medici keluarga sendiri, dan kedua, gagasan yang sangat kejam tercantum dalam peraturan pemerintah yang Prince (dengan itu, sindiran memiliki moral yang kuat untuk tujuan - menelanjangi kesewenang-wenangan dan mempromosikan pemerintah). seperti salah satu cara untuk membaca teks ini, maka harus jelas, yang khas di setiap kesempatan dengan membaca Machiavelli yang menganggap bahwa analisis dan teks yang totally tanpa ironis yang memenuhi syarat, benar-benar bertentangan.

The Prince (Sang Pangeran) sering dijuluki orang "buku petunjuk untuk para diktator." Karier Machiavelli dan berbagai tulisannya menunjukkan bahwa secara umum dia cenderung kepada bentuk pemerintahan republik ketimbang pemerintahan diktator. Tetapi dia cemas dan khawatir atas lemahnya politik dan militer Italia, dan merindukan seorang Pangeran yang kuat yang mampu mengatur negeri dan menghalau tentara-tentara asing yang merusak dan menista negerinya. Menarik untuk dicatat, meskipun Machiavelli menganjurkan seorang Pangeran agar melakukan tindakan-tindakan kejam dan sinis, dia sendiri seorang idealis dan seorang patriot, dan tidak begitu mampu mempraktekkannya sendiri apa yang dia usulkan.

Kenyataan menunjukkan Machiavelli tak henti-hentinya melukiskan usulnya seraya mengambil contoh kehebatan-kehebatan yang pernah terjadi di jaman lampau, atau dari kejadian di Italia .Cesare Borgia (yang dipuji-puji oleh Machiavelli dalam buku The Prince) tidaklah belajar taktik dari Machiavelli; malah sebaliknya, Machiavelli yang belajar darinya.

Kendati Benito Mussolini adalah satu dari sedikit pemuka politik yang pernah memuji Machiavelli di muka umum, karena itu tak meragukan lagi sejumlah besar tokoh-tokoh politik terkemuka sudah pernah baca The Prince dengan cermat. Konon, Napoleon senantiasa tidur di bantal yang di bawahnya terselip buku The Prince, begitu pula orang bilang dilakukan oleh Hitler dan Stalin. Meski demikian, tidaklah tampak jelas bahwa taktik Machiavelli lebih umum digunakan dalam politik modern ketimbang di masa sebelum The Prince diterbitkan. Ini merupakan alasan utama mengapa Machiavelli tidak ditempatkan lebih tinggi dari tempatnya sekarang di buku ini.

Tetapi, jika efek, pikiran Machiavelli dalam praktek politik tidak begitu jelas, pengaruhnya dalam teori politik tidaklah perlu diperdebatkan. Penulis-penulis sebelumnya seperti Plato dan St. Augustine, telah mengaitkan politik dengan etika dan teologi. Machiavelli memperbincangkan sejarah dan politik sepenuhnya dalam kaitan manusiawi dan mengabaikan pertimbangan-pertimbangan moral. Masalah sentral, misalnya adalah bukan bagaimana rakyat harus bertingkah laku; bukannya siapa yang mesti berkuasa, tetapi bagaimana sesungguhnya orang bisa peroleh kekuasaan. Teori politik ini diperbincangkan sekarang dalam cara yang lebih realisitis dari pada sebelumnya tanpa mengecilkan arti penting pengaruh Machiavelli. Orang ini secara tepat dapat dianggap salah satu dari pendiri penting pemikir politik modern.

Filosof politik Niccolo Machiavelli (1469-1527) termasyhur karena nasihatnya yang blak-blakan. Katanya, seorang penguasa yang ingin tetap berkuasa dan memperkuat kekuasaannya haruslah menggunakan tipu muslihat, licik dan dusta, digabung dengan penggunaan kekejaman dan kekuatan. Ini terdapat dalam buku The Prince (Sang Pangeran) karya filosof Italia ini. Buku yang mudah dibaca dan terjemahannya dalam banyak bahasa. Pun bahasa Indonesia.Machiavelli menasihatkan sang Pangeran agar dapat dukungan penduduk, karena kalau tidak, dia tidak punya daya menghadapi kesulitan. Tentu, Machiavelli maklum bahwa kadangkala seorang penguasa baru, untuk memperkokoh kekuasaannya, harus berbuat sesuatu untuk mengamankan kekuasaannya, terpaksa berbuat yang tidak menyenangkan warganya.

Dikatakannya, meski begitu untuk merebut sesuatu negara, si penakluk mesti mengatur langkah kekejaman sekaligus. Sehingga tidak perlu mereka alami tiap hari. Kelonggaran harus diberikan sedikit demi sedikit sehingga mereka bisa merasa senang.The Prince (Sang Pangeran) sering dijuluki orang ”buku petunjuk untuk para diktator.” Tetapi tetap digandrungi. Dan Machiavelli dalam berbagai tulisannya menunjukkan secara umum dia cenderung setuju bentuk pemerintahan republik ketimbang pemerintahan diktator. Tetapi dia cemas dan khawatir atas lemahnya politik dan militer.

Rabu, 17 Juni 2009

DEFINISI ETIKA,MORAL,ETIKET

Biasanya bila kita mengalami kesulitan untuk memahami arti sebuah kata maka kita akan mencari arti kata tersebut dalam kamus. Tetapi ternyata tidak semua kamus mencantumkan arti dari sebuah kata secara lengkap. Hal tersebut dapat kita lihat dari perbandingan yang dilakukan oleh K. Bertens terhadap arti kata ‘etika’ yang terdapat dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama dengan Kamus Bahasa Indonesia yang baru. Dalam Kamus Bahasa

PENGERTIAN ETIKA

Indonesia yang lama (Poerwadarminta, sejak 1953 - mengutip dari Bertens,2000), etika mempunyai arti sebagai : “ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral)”. Sedangkan kata ‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baru (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988 - mengutip dari Bertens 2000), mempunyai arti :

1. ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak);
2. kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;
3. nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.


Dari perbadingan kedua kamus tersebut terlihat bahwa dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama hanya terdapat satu arti saja yaitu etika sebagai ilmu. Sedangkan Kamus Bahasa Indonesia yang baru memuat beberapa arti. Kalau kita misalnya sedang membaca sebuah kalimat di berita surat kabar “Dalam dunia bisnis etika merosot terus” maka kata ‘etika’ di sini bila dikaitkan dengan arti yang terdapat dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama tersebut tidak cocok karena maksud dari kata ‘etika’ dalam kalimat tersebut bukan etika sebagai ilmu melainkan ‘nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat’. Jadi arti kata ‘etika’ dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama tidak lengkap.

K. Bertens berpendapat bahwa arti kata ‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tersebut dapat lebih dipertajam dan susunan atau urutannya lebih baik dibalik, karena arti kata ke-3 lebih mendasar daripada arti kata ke-1. Sehingga arti dan susunannya menjadi seperti berikut :

1. nilai dan norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.

Misalnya, jika orang berbicara tentang etika orang Jawa, etika agama Budha, etika Protestan dan sebagainya, maka yang dimaksudkan etika di sini bukan etika sebagai ilmu melainkan etika sebagai sistem nilai. Sistem nilai ini bisaberfungsi dalam hidup manusia perorangan maupun pada taraf sosial.

2. kumpulan asas atau nilai moral.

Yang dimaksud di sini adalah kode etik. Contoh : Kode Etik Jurnalistik

3. ilmu tentang yang baik atau buruk.

Etika baru menjadi ilmu bila kemungkinan-kemungkinan etis (asas-asas dan nilai-nilai tentang yang dianggap baik dan buruk) yang begitu saja diterima dalam suatu masyarakat dan sering kali tanpa disadari menjadi bahan refleksi bagi suatu penelitian sistematis dan metodis. Etika di sini sama artinya dengan filsafat moral.

PENGERTIAN MORAL

Istilah Moral berasal dari bahasa Latin. Bentuk tunggal kata ‘moral’ yaitu mos sedangkan bentuk jamaknya yaitu mores yang masing-masing mempunyai arti yang sama yaitu kebiasaan, adat. Bila kita membandingkan dengan arti kata ‘etika’, maka secara etimologis, kata ’etika’ sama dengan kata ‘moral’ karena kedua kata tersebut sama-sama mempunyai arti yaitu kebiasaan,adat. Dengan kata lain, kalau arti kata ’moral’ sama dengan kata ‘etika’, maka rumusan arti kata ‘moral’ adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Sedangkan yang membedakan hanya bahasa asalnya saja yaitu ‘etika’ dari bahasa Yunani dan ‘moral’ dari bahasa Latin. Jadi bila kita mengatakan bahwa perbuatan pengedar narkotika itu tidak bermoral, maka kita menganggap perbuatan orang itu melanggar nilai-nilai dan norma-norma etis yang berlaku dalam masyarakat. Atau bila kita mengatakan bahwa pemerkosa itu bermoral bejat, artinya orang tersebut berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang tidak baik.

‘Moralitas’ (dari kata sifat Latin moralis) mempunyai arti yang pada dasarnya sama dengan ‘moral’, hanya ada nada lebih abstrak. Berbicara tentang “moralitas suatu perbuatan”, artinya segi moral suatu perbuatan atau baik buruknya perbuatan tersebut. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk.

PENGERTIAN ETIKET

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diberikan beberapa arti dari kata “etiket”, yaitu :

1. Etiket (Belanda) secarik kertas yang ditempelkan pada kemasan barang-barang (dagang) yang bertuliskan nama, isi, dan sebagainya tentang barang itu.

2. Etiket (Perancis) adat sopan santun atau tata krama yang perlu selalu diperhatikan dalam pergaulan agar hubungan selalu baik.

Perbedaan Etiket dengan Etika

K. Bertens dalam bukunya yang berjudul “Etika” (2000) memberikan 4 (empat) macam perbedaan etiket dengan etika, yaitu :

1. Etiket menyangkut cara (tata acara) suatu perbuatan harus dilakukan manusia. Misal : Ketika saya menyerahkan sesuatu kepada orang lain, saya harus menyerahkannya dengan menggunakan tangan kanan. Jika saya menyerahkannya dengan tangan kiri, maka saya dianggap melanggar etiket.

Pengertian Etika menyangkut cara dilakukannya suatu perbuatan sekaligus memberi norma dari perbuatan itu sendiri. Misal : Dilarang mengambil barang milik orang lain tanpa izin karena mengambil barang milik orang lain tanpa izin sama artinya dengan mencuri. “Jangan mencuri” merupakan suatu norma etika. Di sini tidak dipersoalkan apakah pencuri tersebut mencuri dengan tangan kanan atau tangan kiri.

2. Etiket hanya berlaku dalam situasi dimana kita tidak seorang diri (ada orang lain di sekitar kita). Bila tidak ada orang lain di sekitar kita atau tidak ada saksi mata, maka etiket tidak berlaku. Misal : Saya sedang makan bersama bersama teman sambil meletakkan kaki saya di atas meja makan, maka saya dianggap melanggat etiket. Tetapi kalau saya sedang makan sendirian (tidak ada orang lain), maka saya tidak melanggar etiket jika saya makan dengan cara demikian.

Arti Etika selalu berlaku, baik kita sedang sendiri atau bersama orang lain. Misal: Larangan mencuri selalu berlaku, baik sedang sendiri atau ada orang lain. Atau barang yang dipinjam selalu harus dikembalikan meskipun si empunya barang sudah lupa.

3. Etiket bersifat relatif. Yang dianggap tidak sopan dalam satu kebudayaan, bisa saja dianggap sopan dalam kebudayaan lain. Misal : makan dengan tangan atau bersendawa waktu makan.

Etika bersifat absolut. “Jangan mencuri”, “Jangan membunuh” merupakan prinsip-prinsip etika yang tidak bisa ditawar-tawar.

4.. Etiket memandang manusia dari segi lahiriah saja. Orang yang berpegang pada etiket bisa juga bersifat munafik. Misal : Bisa saja orang tampi sebagai “manusia berbulu ayam”, dari luar sangan sopan dan halus, tapi di dalam penuh kebusukan.

Etika memandang manusia dari segi dalam. Orang yang etis tidak mungkin bersifat munafik, sebab orang yang bersikap etis pasti orang yang sungguh-sungguh baik.

Sabtu, 13 Juni 2009

PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP TATA PEMERINTAHAN

BAB I

PENDAHULUAN

A) Latar belakang

Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya memerlukan sumberdaya alam, yang berupa tanah, air dan udara dan sumberdaya alam yang lain yang termasuk ke dalam sumberdaya alam yang terbarukan maupun yang tak terbarukan. Namun demikian harus disadari bahwa sumberdaya alam yang kita perlukan mempunyai keterbatasan di dalam banyak hal, yaitu keterbatasan tentang ketersediaan menurut kuantitas dan kualitasnya. Sumberdaya alam tertentu

juga mempunyai keterbatasan menurut ruang dan waktu. Oleh sebab itu diperlukan pengelolaan

sumberdaya alam yang baik dan bijaksanan.

Antara lingkungan dan manusia saling mempunyai kaitan yang erat. Ada kalanya manusia sangat ditentukan oleh keadaan lingkungan di sekitarnya, sehingga aktivitasnya banyak ditentukan oleh keadaan lingkungan di sekitarnya. Keberadaan sumberdaya alam, air, tanah dan sumberdaya yang lain menentukan aktivitas manusia sehari-hari. Kita tidak dapat hidup tanpa udara dan air. Sebaliknya ada pula aktivitas manusia yang sangat mempengaruhi keberadaan sumberdaya dan lingkungan di sekitarnya.

Dalam pemerintahan pengaruh lingkungan mempunyai peranan tersendiri dalam proses Pembangunan yang mempunyai tujuan berupa tata pemerintahan meningkatkan kesejahteraan masyarakat tidak dapat terhindarkan dari penggunaan sumberdaya alam; namun eksploitasi sumberdaya alam yang tidak mengindahkan kemampuan dan daya dukung lingkungan mengakibatkan merosotnya kualitas lingkungan. Banyak faktor yang menyebabkan kemerosotan kualitas lingkungan serta kerusakan lingkungan yang dapat diidentifikasi dari pengamatan di lapangan, oleh sebab itu dalam makalah ini dicoba diungkap secara umum sebagai gambaran potret lingkungan hidup, khususnya dalam hubungannya dengan pengelolaan lingkungan hidup di era otonomi daerah.

BAB II

PEMBAHASAN

A) . Analisis Lingkungan Internal

Lingkungan strategis internal adalah faktor-faktor internal yang dimiliki berupa kekuatan (strongs) atau potensi dan modal dasar dalam pembangunan sehingga perlu dipahami apa saja yang mempegaruhi lingkungan dengan dalam sebuah pemerintahan. Adapun faktor-faktor tersebut diantaranya adalah

1) Dimensi spiritual dan kultural

Pengaruh dimensi spiritual dalam pengembangan tata pemerintahan sangat berpengaruh dimana proses interaksi kehidupan bermasyarakat tidak lepas dari peranan structural kehidupan beragama dan budaya dalam membentuk tata pemerintahan sebuah daerah dimana melihat landasan perkembangan sesuai mekanisme dan adaptasi harus sesuai penerapan kebijakan yang akan diterapkan

2) Letak strategis

Setiap daerah mempunyai letak yang berbeda beda berupa lingkungan yang beraneka ragam sebagai factor penunjang dalam pelaksanaan sebuah pemerintahan didaerah,sebuah daerah yang berkembang akan berupaya memperhatikan lingkungan agar dapat digunakan sebagai salah satu penunjang

3) Perekonomian daerah

Pemerintah dalam melihat perkembangan perekonomian khususnya disektor ekonomi harus menyesuaikan kemampuan daerahnya dalam menerapkan sebuah ketentuan, lingkungan yang menunjang berupa keadaan alam berupa tersedia sumber daya alam (SDA) yang dibutukan sebagai pendorong dalam pendanaan sumber pembangunan disebuah daerah.

4) Kondisi keamanan daerah yang kondusif

Salah satu syarat mutlak bagi berlangsungnya pembangunan daerah adalah

terciptanya kondisi keamanan yang kondusif, tanpa sebuah jaminan keamanan disebuah daerah akan berdampak negatif terhadapa perkembangan pembangunan sebuah tata pemerintahan

5) Tersedianya Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana dasar yang memadai menjadi slah satu modal dasar dalam pembangunan. Tersedianya sarana dan prasarana perhubungan berupa jalan dan transportasi, listrik, air bersih, telepon, bank, sarana pendidikan, rumah ibadah dan rumah sakit, merupakan salah satu bentuk “insentif”, yang memberikan kemudahan bagi pelaku ekonomi untuk berinvestasi. dan prasarana lebih lengkap.

6) Dukungan partisipasi masyarakat yang tinggi dalam pembangunan

Salah satu kunci sukses pembangunan adalah partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Masyarakat merupakan bagian yang tidak bisa dilepaskan dan mempunyai kaitan yang sangat penting dalam perkembangan pemerintahan yang baik, oleh karena itu perlu interaksi hubungan pemerintah atau birokrasi terhadap lingkunganya dengan menjadikan masyarakat sebagai obyek yang perlu diperhatikan dengan sistem transparansi agar masyarakat mengetahui kinerja pemerintah

B) TATA PEMERINTAHAN YANG GOOD GOVERNANCE

Penciptaan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa telah menunjukkan berbagai kemajuan yang ditandai dengan adanya perbaikan system penyelenggaraan negara dan pemerintahan di pusat maupun daerah yang lebih kreatif, dinamis dan responsif terhadap berbagai permasalahan masyarakat. Namun, kondisi tersebut belum sepenuhnya dalam keadaan ideal dan pemerintah masih dihadapkan

Pada berbagai permasalahan dan kendala terkait dengan aspek: (a) penerapan tata kepemerintahan yang baik (good public governance/GPG); (b) sistem pengawasan dan akuntabilitas pemerintah; (c) penataan kelembagaan dan ketatalaksanaan instansi pemerintah; (d) peningkatan kapasitas dan sistem manajemen pengelolaan SDM aparatur; dan (e) kualitas pelayanan publik.

Pengaruh faktor lingkungan mempunyai peranan tersendiri dalam proses terciptanya pembangunan dalam tata pemerintahan yang diharapkan , berupa dampak postif maupun negative apalbila tidak terjadi keseimbangan yang terjadi dalam aspek lingkungan yang ada disekitarnya, berupa hubungan yang ideal dalam melihat sebuah perubahan sumber daya alam terhadap sumber daya manusia agar dapat terkontrol dapat pelaksaan nya.

Tata kepemerintahan yang baik merupakan suatu konsepsi tentang penyelenggaraan dan pengelolaan pemerintahan yang bersih, demokratis, dan efektif yang berlandaskan pada prinsip-prinsip, antara lain transparan, akuntabel, profesional, efisien dan efektif. Upaya membangun tata kepemerintahan yang baik pada hakikatnya merupakan upaya membangun sistem nilai penyelenggaraan administrasi negara yang menyangkut seluruh aspek berbangsa dan bernegara sehingga memerlukan waktu yang relatif lama. Salah satu permasalahan utama yang dihadapi pemerintah dalam penerapan tata kepemerintahan yang baik (GPG) adalah masih perlu ditingkatkannya pemahaman, kesadaran, dan kapasitas pelaku khususnya sumber daya manusia aparatur dalam penerapan prinsipprinsip tata kepemerintahan yang baik untuk mewujudkan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa.

BAB III
PENUTUP

A) KESIMPULAN

Begitu banyaknya masalah yang terkait dengnan lingkungan hidup yang berkaitan dengan pembangunan. Masalah tersebut dapat timbul akibat proses pembangunan yang kurangmemperhatikan aspek lingkungan hidup. Di era otonomi ini tampak bahwa ada kecenderungan permasalahan lingkungan hidup semakin bertambah kompleks, yang seharusnya tidak demikian halnya. Ada sementara dugaan bahwa kemerosotan lingkungan hidup tekait dengan pelaksanaan otonomi daerah, di mana daerah ingin meningkatkan PAD dengan melakukan eksploitasi sumberdaya alam yang kurang memperhatikan aspek lingkungan hidup dengan semestinya. Dengan cara seperti ini maka terjadi kemerosotan kualitas lingkungan di mana-mana, yang diikuti dengan timbulnya bencana alam. Terdapat banyak hal yang menyebabkan aspek lingkungan hidup menjadi kurang diperhatikan dalam proses pembangunan, yang bervariasi dari daerah satu dengan daerah yang lain, dari hal-hal yang bersifat lokal seperti ketersediaan SDM sampai kepada hal-hal yang berskala lebih luas seperti penerapan teknologi yang tidak ramah lingkungan.

Peraturan perundangan yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup sudahcukup memadai, namun demikian didalam pelaksanaanya, termasuk dalam pengawasan pelaksanaannyaperlu mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh. Hal ini sangat terkaitdengan niat baik pemerintah termasuk pemerintah daerah, masyarakat dan pihak-pihak yangberkepentingan untuk mengelola lingkungan hidup dengan sebaik-baiknya agar prinsippembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan dapat terselenggara dengan baik. Oleh karena pembangunan pada dasarnya untuk kesejahteraan masyarakat, maka aspirasi dari masyarakat perlu didengar dan program-program kegiatan pembangunan betul-betul yang

menyentuh kepentingan masyarakat.

B) SARAN

Perlunya Daya dukung lingkungan dalam rangka pemanfaatan yang terkendali. Kewajiban penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan secara konsekuen, penegakan hukum lingkungan secara konsisten, pengaktifan lembaga-lembaga pengendali dampak lingkungan, serta pengelolaan sumber daya alam secara lestari merupakan contoh perwujudan komitmen pada lingkungan hidup.

DAFTAR PUSTAKA

Marfai, M.A. 2005. Moralitas Lingkungan, Wahana Hijau, Yogyakarta


Editor : Moh syah fithrah : B 401 06 083 : FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK : MK : EKOLOGI PEMERINTAHAN


Kamis, 11 Juni 2009

SISTEM PEMERINTAHAN DESA

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2005 tentang Desa, disebut bahwa Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Desa bukanlah bawahan kecamatan, karena kecamatan merupakan bagian dari perangkat daerah kabupaten/kota, dan desa bukan merupakan bagian dari perangkat daerah. Berbeda dengan Kelurahan, Desa memiliki hak mengatur wilayahnya lebih luas. Namun dalam perkembangannya, sebuah desa dapat ditingkatkan statusnya menjadi kelurahan.
Kewenangan desa adalah:
• Menyelenggarakan urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa
• Menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa, yakni urusan pemerintahan yang secara langsung dapat meningkatkan pelayanan masyarakat.
• Tugas pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota
• Urusan pemerintahan lainnya yang diserahkan kepada desa.

Kepala Desa merupakan pimpinan penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Masa jabatan Kepala Desa adalah 6 tahun, dan dapat diperpanjang lagi untuk satu kali masa jabatan. Kepala Desa juga memiliki wewenang menetapkan Peraturan Desa yang telah mendapat persetujuan bersama BPD.
Kepala Desa dipilih langsung melalui Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) oleh penduduk desa setempat. Syarat-syarat menjadi calon Kepala Desa sesuai Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005 sbb:
1. Bertakwa kepada Tuhan YME
2. Setia kepada Pacasila sebagai dasar negara, UUD 1945 dan kepada NKRI, serta Pemerintah
3. Berpendidikan paling rendah SLTP atau sederajat
4. Berusia paling rendah 25 tahun
5. Bersedia dicalonkan menjadi Kepala Desa
6. Penduduk desa setempat
7. Tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan dengan hukuman paling singkat 5 tahun
8. Tidak dicabut hak pilihnya
9. Belum pernah menjabat Kepala Desa paling lama 10 tahun atau 2 kali masa jabatan
10. Memenuhi syarat lain yang diatur Perda Kab/Ko

Perangkat Desa
Perangkat Desa bertugas membantu Kepala Desa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Salah satu perangkat desa adalah Sekretaris Desa, yang diisi dari Pegawai Negeri Sipil. Sekretaris Desa diangkat oleh Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota atas nama Bupati/Walikota.
Perangkat Desa lainnya diangkat oleh Kepala Desa dari penduduk desa, yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa.
Badan Permusyawaratan Desa
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan lembaga perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Anggota BPD adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah. Anggota BPD terdiri dari Ketua Rukun Warga, pemangku adat, golongan profesi, pemuka agama dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. Masa jabatan anggota BPD adalah 6 tahun dan dapat diangkat/diusulkan kembali untuk 1 kali masa jabatan berikutnya. Pimpinan dan Anggota BPD tidak diperbolehkan merangkap jabatan sebagai Kepala Desa dan Perangkat Desa. BPD berfungsi menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.

Keuangan desa
Penyelenggaraan urusan pemerintahan desa yang menjadi kewenangan desa didanai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa), bantuan pemerintah dan bantuan pemerintah daerah. Penyelenggaraan urusan pemerintah daerah yang diselenggarakan oleh pemerintah desa didanai dari APBD. Penyelenggaraan urusan pemerintah yang diselenggarakan oleh pemerintah desa
Sumber pendapatan desa terdiri atas:
• Pendapatan Asli Desa, antara lain terdiri dari hasil usaha desa, hasil kekayaan desa (seperti tanah kas desa, pasar desa, bangunan desa), hasil swadaya dan partisipasi, hasil gotong royong
• Bagi hasil Pajak Daerah Kabupaten/Kota
• bagian dari Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
• bantuan keuangan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan;
• hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat.
APB Desa terdiri atas bagian Pendapatan Desa, Belanja Desa dan Pembiayaan. Rancangan APB Desa dibahas dalam musyawarah perencanaan pembangunan desa. Kepala Desa bersama BPD menetapkan APB Desa setiap tahun dengan Peraturan Desa.

Lembaga kemasyarakatan
Di desa dapat dibentuk lembaga kemasyarakatan, yakni lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan merupakan mitra pemerintah desa dalam memberdayakan masyarakat. Lembaga kemasyarakatan ditetapkan dengan Peraturan Desa. Salah satu fungsi lembaga kemasyarakatan adalah sebagai penampungan dan penyaluran aspirasi masyarakat dalam pembangunan. Hubungan kerja antara lembaga kemasyarakatan dengan Pemerintahan Desa bersifat kemitraan, konsultatif dan koordinatif.

Pembentukan desa

Desa dibentuk atas prakarsa masyarakat dengan memperhatikan asal-usul desa dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Pembentukan desa dapat berupa penggabungan beberapa desa, atau bagian desa yang bersandingan, atau pemekaran dari satu desa menjadi dua desa atau lebih, atau pembentukan desa di luar desa yang telah ada.
Desa dapat diubah atau disesuaikan statusnya menjadi kelurahan berdasarkan prakarsa Pemerintah Desa bersama BPD dengan memperhatikan saran dan pendapat masyarakat setempat. Desa yang berubah menjadi Kelurahan, Lurah dan Perangkatnya diisi dari pegawai negeri sipil.
Desa yang berubah statusnya menjadi Kelurahan, kekayaannya menjadi kekayaan daerah dan dikelola oleh kelurahan yang bersangkutan untuk kepentingan masyarakat setempat.
Desa mempunyai ciri budaya khas atau adat istiadat lokal yang sangat urgen,

sumber : wikipidea

editor : B 401 06 083, universitas tadulako : ilmu pemerintahan